About Me

saya bukanlah pebisnis internet yang sukses. Saya hanyalah seorang mahasiswa kedokteran yang ingin membagi pengetauan yang saya miliki...

search

Kamis, 11 Desember 2008

Flu Burung ( Avian Flu)

Avian Influenza (AI) yang juga dikenal dengan nama flu burung adalah penyakit akut dan sangat mudah menular pada unggas yang disebabkan oleh virus Influenza A. Berdasarkan antigen permukaannya, virus Influenza A memiliki 15 macam antigen Haemagglutinin (H1–H15) dan 9 variasi antigen Neuraminidase (N1-N9) (MURPHY and WEBSTER, 1996). Dengan demikian virus Influenza A dapat memiliki subtipe sebanyak 135 kombinasi H dan N, misalnya subtipe: H1N1, H3N1, H4N2, H4N6, H5N1, H5N2 dan lain sebagainya.
Berdasarkan tingkat keganasannya, penyakit AI dibedakan menjadi dua kelompok yakni: (1) Highly Pathogenic Avian Influenza (HPAI) yang dapat menimbulkan angka kematian tinggi pada ayam dan unggas lain dan (2) Low Pathogenic Avian Influenza (LPAI) yang umumnya tidak menimbulkan kematian tinggi namun pada beberapa kasus dapat menyebabkan penurunan produksi telur. Dari semua kasus AI yang terjadi di dunia sampai saat ini diketahui bahwa HPAI selalu disebabkan oleh virus Influenza A subtipe H5 atau H7, meskipun tidak semua subtipe H5 atau H7 bersifat patogen (ganas).
Karena HPAI memiliki dampak ekonomi sangat besar dan bersifat zoonosis, maka Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (OIE) memasukkan HPAI dalam List A (OIE manual, 2000) yang keberadaannya harus dilaporkan. Karena HPAI memiliki dampak sosial, ekonomi dan politik sangat besar, maka terjadinya wabah HPAI yang disebabkan oleh virus Influenza A,subtipe H5N1 di Indonesia harus mendapatkan perhatian yang serius dari semua fihak agar pengendalian dan pemberantasan penyakit ini dapat dilaksanakan dengan efektif.
Sebelum tahun 2003 Indonesia merupakan negara yang bebas dari HPAI. Meskipun Balitvet pernah mengisolasi virus Influenza A dari itik dan berbagai jenis burung, namun semua isolat yang diperoleh pada saat itu semuanya tergolong LPAI dengan subtipe H4N2 dan H4N6 (RONOHARDJO, 1981).
Pada pertengahan Agustus 2003 mulai diberitakan adanya kematian ayam petelur dalam jumlah banyak di Jawa Tengah (Kabupaten Purbalingga dan Pekalongan). Menurut data kematian yang dihimpun oleh Krisis Senter, Dirjen Bina Produksi Peternakan, kasus kematian ayam dalam jumlah banyak pada Bulan Agustus 2003 juga terjadi di Kabupaten Tangerang, Propinsi Banten. Pada bulan September 2003 kasus kematian yang sama dilaporkan masih terjadi di Propinsi Banten, Jawa Tengah dan bahkan bertambah di Propinsi Jawa Barat (Kab. Sukabumi). Selanjutnya pada bulan Oktober 2003, kejadian kasus tambah melebar ke berbagai daerah yang meliputi semua Propinsi di Pulau Jawa (Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur) ditambah Propinsi Bali, Kalimantan Tengah dan Lampung. Penyebaran penyakit ini berlangsung terus sampai sekarang dengan pola intensitas yang sudah mulai menurun. Saat ini daerah tertular (dimana pernah terjadi kasus) sudah mencapai 11 propinsi yang meliputi 84 kabupaten/kota. Namun demikian dari daerah-daerah itu yang masih melaporkan terjadinya kasus penyakit sampai awal Maret 2004 tinggal 6 propinsi yang meliputi 18 kabupaten/kota.
Tindakan penanggulangan penyakit AI dilakukan sesuai dengan status penyakit AI yang terdapat pada suatu daerah tertentu. Oleh sebab itu, teknologi yang diperlukan untuk penanggulangan disesuaikan dengan tingkat status penyakitnya. Jika penyakit AI belum masuk kedalam daerah tertentu, tindakan yang dilakukan adalah pencegahan dan penolakan. Penolakan dimaksudkan untuk menolak masuknya penyakit AI kedalam wilayah tertentu dengan membatasi transportasi masuknya bahan pembawa penyakit (unggas hidup dan produknya) dari daerah tertular. Sementara itu, pencegahan dilakukan pada level peternakan dengan peningkatan biosekuriti dan vaksinasi (untuk daerah terancam). Bila penyakit sudah masuk dan mewabah status penyakit dinyatakan sebagai epidemik dan tindakan penanggulangan yang dilakukan adalah pengendalian wabah untuk menghentikan bertambahnya kasus AI dan mencegah perluasan penyakit. Jika wabah sudah terkendali, dalam pengertian tidak ada kasus AI yang baru, status penyakit dinyatakan sebagai endemik (penyakit masih ada, virus masih bersirkulasi di lingkungan, tetapi tidak menimbulkan kasus baru). Pada status endemik ini tindakan penanggulangan yang dilakukan adalah pemberantasan penyakit AI menuju wilayah bebas AI kembali.
Terrestrial Animal Health Code mengatakan bahwa suatu negara dapat dinyatakan bebas dari HPAI jika setelah masa 3 tahun dari kasus yang terakhir tidak terjadi kasus lagi ATAU setelah 6 bulan dari pemusnahan kasus terakhir tidak terjadi kasus lagi, bagi negara yang menerapkan kebijakan Stamping out (pemusnahan masal) dengan atau tanpa vaksinasi. Sementara itu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan penerapan stamping out dalam menangani wabah HPAI untuk menghindari resiko terjadinya penularan kepada manusia, karena HPAI bersifat zoonosis. Dari kenyataan itu dapat dipahami bahwa metode penanggulangan yang ideal untuk mengatasi HPAI adalah penerapan kebijakan Stamping out yang sudah seharusnya diikuti dengan pemberian kompensasi kepada peternak.
Situasi peternakan unggas di Indonesia berbeda dengan di luar negeri, di mana lokasi peternakan unggas di negara kita tidak tersentralisasi, namun menyebar pada berbagai tempat. Ditambah lagi dengan ragam usaha peternakan yang bervariasi, mulai dari peternakan ayam disekitar rumah, skala peternakan rakyat sampai skala industri. Situasi ini menyebabkan kesulitan dalam menerapkan kebikajan stamping out untuk menanggulangi wabah AI. Kenyatan lapangan yang menunjukkan bahwa penyakit telah menyebar secara luas pada sentra-sentra produksi perunggasan dan minimnya persediaan dana kompensasi, maka kebijakan stamping out penuh tidak mungkin dapat diterapkan di Indonesia untuk menanggulangi wabah HPAI yang sedang berjangkit, karena akan menimbulkan dampak psikologi, sosial, politik dan ekonomi yang amat besar.
Dengan mempertimbangkan pola budidaya peternakan unggas dan penyebaran HPAI di Indonesia, maka pendekatan yang efektif untuk dilakukan guna menanggulangi wabah AI adalah menerapkan kebijakan depopulasi selektif, peningkatan biosekuriti yang diikuti dengan pelaksanaan vaksinasi dan pembatasan lalulintas. Depopulasi selektif dibatasi pada pemusnahan ayam yang sekandang dengan ayam sakit. Semua ayam sakit dan ayam yang dimusnahkan ditanam sekurang-kurangnya dengan kedalaman 1,5 meter atau dibakar dalam keadaan yang telah dimatikan lebih dulu. Ayam sakit atau ayam sekandang dengan ayam sakit tidak boleh dikeluarkan untuk tujuan dipasarkan. Kotoran ayam dari peternakan terinfeksi tidak boleh dikeluarkan untuk digunakan sebagai pupuk karena akan menjadi sumber penularan. Sementara itu kandang dan peralatan peternakan dibersihkan dan didesinfeksi secara regular untuk meningkatkan sanitasi dan higienis. Kendaraan pengangkut sarana produksi peternakan dibatasi untuk keluar dan masuk lokasi peternakan dan juga harus didesinfeksi. Vaksinasi dilakukan dengan vaksin AI yang mengandung subtipe H5 untuk meningkatkan kekebalan terhadap infeksi virus AI lapangan.
Vaksinasi sebagai metode pencegahan terhadap AI tidak dapat dipakai sebagai program tunggal. Vaksinasi harus dipandang sebagai salah satu komponen dalam pengendalian dan pemberantasan AI secara keseluruhan yang dilakukan bersamaan dengan peningkatan biosekuriti, pembatasan transportasi unggas dan produk unggas dan harus disertai dengan pelaksanaan monitoring dan surveilans.

Tidak ada komentar:

Hasil Pencarian

 
Design by Amanda @ Blogger Buster